"Dalam rangka memberikan panduan bagaimana sebaiknya pengeras suara di masjid, di mushala, di langgar itu digunakan dengan penuh kearifan," kata Lukman.
Ia menjelaskan, pada akhir dari edaran itu dinyatakan bahwa ini berlaku untuk kota-kota besar ibu kota provinsi maupun kabupaten kota yang memang masyarakatnya sangat heterogen.
Namun tak berlaku untuk di kampung dan desa.
"Yang tentu konteksnya sangat berbeda, jadi mohon cermati betul isi dari edaran itu, harus membacanya secara utuh jangan sepotong-potong karena itu kan ada pertanyaan bagaimana kalau di kampung? Ya, kalau di kampung selama ini enggak ada masalah seperti itu," Kata Lukman.
Ia meminta agar saling mengedepankan tenggang rasa.
Maksudnya, kemauan dan kemampuan untuk ikut merasakan pihak lain yang berbeda.
"Bagaimana tenggang rasa itu tak hanya dituntut kepada pada pengelola rumah ibadah tapi masyarakat secara luas juga harus dikedepankan tenggang rasa itu," kata Lukman.
Ia mencontohkan bahwa hal ini sebagai konsekuensi sosiologis.
Misalnya kalau warga tinggal di dekat dapur umum akan mencium bau masakan. Kalau tinggal di dekat gereja akan sering mendengar bunyi lonceng.
"Seperti yang kalau kita tinggal di dekat masjid ya tentu kita akan sering mendengar azan.
Mari kita saling bertenggang rasa," kata Lukman.
Ia juga meminta, apabila ada perselisihan dan ada perbedaan pandangan di masyarakat, bisa diselesaikan secara musyawarah.
"Karena hukum itu selalu cara pandangnya hitam putih benar atau salah. Padahal kita adalah masyarakat yang penuh kekeluargaan yang terbiasa bermusyawarah," kata Lukman.
Sumber : https://babe.topbuzz.com
Semoga bermanfaat sialhkan share ya .
0 Response to "Page2 Komentar Pedas Prof. Mahfud MD Mengenai Aturan Pengeras Suara Azan di Masjid"
Post a Comment